Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Citra Kecantikan Ideal

Citra Kecantikan Ideal
Citra Kecantikan Ideal Adalah, bukan hal aneh apabila saat ini sering kita melihat salon kecantikan, spa, wellness center, dan sejenisnya sibuk melayani gadis-gadis belia yang siap mengeluarkan uang dalam waktu singkat. 


Beberapa dekade lalu, salon hanya didatangi wanita dengan batas usia termuda sekitar 17 atau 18 tahun, tetapi sekarang salon-salon kecantikan juga biasa melayani gaolis belia berusia 10 hingga 13 tahun. Bahkan, mereka bisa pergi ke salon hingga dua atau tiga kali seminggu. Para remaja belia itu asyik menikmati serangkaian perawatan kecantikan, mulai darl manicure, pedicure, body scrub, facial, rebonding, creambalh, dan semua perawatan dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Lebih dari itu, saat ini kita bisa melihat sebagian gadis-gad is remaja gemar menghabiskan waktu untuk berbelanja produk kecantikan di berbagai pusat perbelanjaan. Ada yang membeli maskara, lipstik, eye liner, blush-on, pemutih wajah, sampai lotion untuk menghilangkan bulu kaki.

Kemudian, untuk apakah hal seperti itu dilakukan?

Mungkin, salah satu pangkal dari munculnya gaya hidup seperti itu adalah faktor ”citra” kecantikan ideal yang di tanamkan berbagai media. Hampir setiap hari, muncul iklan yang menawarkan alat-alat kecantikan terbaru yang menghiasi berbagai media. 


Dengan merebaknya iklan kecantikan sama seperti mode yang menyerbu masyarakat melalui berbagai iklan produk kecantikan, pada akhirnya bisa menumbuhkan sebuah pemahaman bahwa citra kecantikan ideal seorang wanita pada zaman sekarang adalah berbadan langsing, berambut panjang dan lurus, memiliki wajah dan kulit yang putih mulus, atau warna bola mata yang indah berkat softlens.

Apabila seorang wanita ”belum seperti itu” mungkin ia dianggap tidak cantik oleh sebagian kalangan. Pemahaman seperti ini tentu akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri, di mana sebagian wanita saat ini merasa bahwa rasa percaya diri harus diraih bukan saja dengan kecemerlangan pikiran, melainkan juga melalui gaya hidup yang mengikuti tren kecantikan dan mode terkini.


Benarkah demikian?


Sesungguhnya, apabila kita cermati definisi cantik kerap sangat subjektif. Seorang wanita yang berusaha mempercantik diri hingga ia merasa bahwa ia cantik, tentu tidak selalu dernikian dalam penilaian orang Iain. Lebih dari itu, catatan sejarah manusia, definisi cantik terus berubah. 

Di Eropa, pada abad pertengahan ke-cantikan wanita seringkali dihubungkan dengan fertilitas dan kemampuan reproduksinya. Pada abad ke-15 sampai ke-17, wanita dipandang cantik apabila mereka mempunyai perut dan panggul besar. Pada awal abad ke-19, kecantikan didefinisikan dengan wanita yang memunyai wajah dan bahu bundar serta tubuh berisi. 


Kemudian, memasuki abad ke-20, definisi kecantikan pun identik dengan wanita yang tinggi dan langsing. Pada 1965, model lnggris bernama Twiggy menghentak dun ia dengan tubuhnya yang kurus tipis dan ringkih. la pun menjadi idola hampir seluruh wanita di seantero jagat sekaligus menjadi ikon bagi representasi wanita modern saat itu. Menurut feminis Naomi Wolf, apa yang di|aku- kan Twiggy di dunia mode saat itu merupakan upaya dekonstruksi citra tubuh ideal seorang wanita sebe- Iumnya. 


Twiggy adalah representasi gerakan pembebasan wanita dari mitos kecantikan yang sebelumnya dikaitkan dengan fungsi reproduktif. Di pihak lain, definisi cantik di setiap daerah juga kerap berbeda.

Di Afrika dan India, umumnya wanita dianggap cantik jika ia memunyai tubuh yang berisi—terutama ketika ia telah menikah—sebab hal itu menunjukkan kemakmuran hidupya. Adapun bagi suku di pedalaman Paudang, Thailand, seorang wanita dianggap cantik apabila ia memiliki Ieher yang panjang. 


Oleh karena itu, sejak berumur sekitar 5 tahun Ieher mereka dipasang gelang tembaga yang melingkar berlapis-lapis agar Iehernya memanjang. Jika mereka telah dewasa, panjang Iehernya bisa mencapai 20 cm. Makin panjang makin keren.

Begitulah, definisi cantik bagi wanita yang senantiasa berubah-ubah dari masa ke masa, bahkan berbeda di setiap daerah. Akan tetapi, seperti yang dikatakan Richard Dunphy dosen politik seksual di lnggris pada kenyataannya kita telah terperangkap di dalam berbagai citra dan mitos mengenai kecantikan tersebut. Selama i ni, para wanita seolah diarahkan untuk berpikir dan bertindak sejalan dengan mitos serta citra kecantikan itu.

Disadari atau tidak, akhirnya kita telah mewariskan perilaku dan pola berpikir yang terbelenggu dalam mitos dan pencitraan tersebut kepada generasi muda. Hal yang lebih menyedih-kan, kita tidak menyadari bahwa deļ¬nisi dan pencitraan kecantikan seperti itu yang awalnya didefinisikan kaum pria akhirnya menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan para wanita sendiri.

Post a Comment for "Citra Kecantikan Ideal"