Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENGERTIAN TUNANETRA

   
      Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat, buta.
Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan.

Karena adanya hambatan dalam penglihatan serta tidak berfungsinya penglihatan, ada beberapa keterbatasan yang dialami oleh tunanetra, di antaranya ialah:
1.    Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu) meter.
2.    Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki.
3.    Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20º. (Heward & Orlansky, 1988:p.296)
2. Klasifikasi tunanetra
Sesuai dengan pengertian di atas, secara umum yang dimaksud dengan tunanetra adalah tidak berfungsinya indera penglihatan. Ada banyak faktor yang menyebabkan indera penglihatan seseorang terganggu, sehingga para tunanetra kehilangan fungsi indera penglihatannya.

Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, ada beberapa klasifikasi tunanetra, seperti di bawah ini:
1.    a.   Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan:
1.    Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.
1.    Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
2.    Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.
3.    Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
4.    Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.
2.    b.      Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatan
a)      Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.
b)      Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.

c)     Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
        Perbedaan kondisi anak tunanetra baik dari segi waktu terjadinya ketunanetraan ataupun dari segi kemampuan daya penglihatannya menyebabkan adanya perbedaan kemampuan, sikap dan tingkah laku   anak tunanetra tersebut, baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam beraktifitas di sekolah. Sehingga diperlukan suatu perhatian khusus dalam proses belajar mengajar.

3. Karakteristik Fisik dan Psikis Tunanetra
      Selain perbedaan dari segi fisik, anak tunanetra mengalami beberapa kondisi yang berbeda dengan anak yang normal pada umumnya. Karena indera penglihatannya terganggu menyebabkan anak tunanetra mengalami kondis-kondisi yang berbeda dengan anak yang normal. Dari segi fisik, mereka mengalami gangguan dengan gejala-gejala yang terlihat, di antaranya ialah  mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, (kelopak) mata merah, mata infeksi, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair, pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata. Sehingga aktifitas mereka pun mengalami hambatan yang dapat mempengaruhi aktifitasnya.

     Dari segi psikis tunanetra pun mengalami beberapa kondisi. Menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, secara psikis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Mental/intelektual
     Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya.

b. Sosial
    Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga. Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima perlakuan orang lain terhadap dirinya. Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan timbulnya beberapa masalah antara lain:

a)  Curiga terhadap orang lain
     Akibat dari keterbatasan rangsangan visual, anak tunanetra kurang mampu berorientasi dengan llingkungan, sehingga kemampuan mobilitaspun akan terganggu. Sikap berhati-hati yang berlebihan dapat berkembang menjadi sifat curiga terhadap orang lain.Untuk mengurangi rasa kecewa akibat keterbatasan kemampuan bergerak dan berbuat, maka latihan-latihan orientasi dan mobilitas, upaya mempertajam fungsi indera lainnya akan membantu anak tunanetra dalam menumbuhkan sikap disiplin dan rasa percaya diri

b)  Perasaan mudah tersinggung
     Perasaan mudah tersinggung dapat disebabkan oleh terbatasnya rangsangan visual yang diterima. Pengalaman sehari-hari yang selalu menumbuhkan kecewa menjadikan seorang tunanetra yang emosional.

c)      Ketergantungan yang berlebihan
     Kergantungan ialah suatu sikap tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri, cenderung mengharapkan pertolongan orang lain. Anak tunanetra harus diberi kesempatan untuk menolong diri sendiri, berbuat dan bertanggung jawab. Kegiatan sederhana seperti makan, minum, mandi, berpakaian, dibiasakan dilakukan sendiri sejak kecil.

Post a Comment for "PENGERTIAN TUNANETRA"